Thursday, March 30, 2006

Sudah tahu cara pakai kondom yang baik?

Kalau sudah, jangan baca tulisan ini dan segera klik artikel lainnya. Tapi jika belum tahu, ada baiknya Anda simak baik-baik beberapa hal di bawah ini supaya dalam menggunakan si 'karet luwes' ini tepat guna dan tidak salah sasaran.

Kenapa saya perlu menekankan hal ini, mengingat seringnya terjadi penyimpangan tujuan pemakaian atau kebablasan. Inginnya sih pasangan tidak hamil, eh malah hamil. Niat supaya terhindar dari penyakit menular seksual (PMS), justru malah tertular.

Belum lagi kasus kebocoran salah satu alat kontrasepsi paling disukai para lelaki itu. Oleh karena itu, agar tidak salah lagi, silakan ikuti tips berikut ini.

1. Pasanglah kondom secara perlahan-lahan saat penis sudah berereksi, sebelum penis menyentuh daerah vagina pasangan. Pemasangan harus menyelubungi penis sampai ke pangkal.

2. Jika kondom yang digunakan tidak mempunyai ruang penampung di ujungnya, tariklah sekitar satu sentimeter agar air mani tertampung di sana. Hindari juga udara tersimpan dalam ruang kosong ini agar kondomnya tidak pecah.

3. Supaya kegiatan bercinta terasa lebih enak, oleskan sedikit pelumas berupa air di ujung kondom sebelum memasangnya.

4. Pegang cincin kondom, lalu selimuti hingga ke ujung penis. Apabila Anda belum disunat, tarik kulup penis ke pangkal penis sebelum kondom terpasang.

5. Bila kondom tersebut dirasakan bocor, hentikan kegiatan seks Anda segera. Tarik penis dan ganti dengan kondom yang baru.

6. Pasca ejakulasi, cepat tarik penis sebelum loyo supaya air mani tidak tumpah. Dengan tetap berhati-hati tentunya. Lakukan dengan menjepit pangkal kondom agar tidak tertinggal di vagina karena licin.

7. Kemudian bungkuslah kondom dengan tisu dan buang ke tempat sampah. Cuci tangan bersih-bersih.

8. Jangan pernah mencuci kondom dan menggunakannya kembali. Ingat, kondom hanya dipergunakan untuk sekali pakai.

Read More......

Sunday, March 26, 2006

Pendidikan seks

Pendidikan Seks mencakup pengajaran pengetahuan-pengetahuan yang berguna dan ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan masalah-masalah penting yang berhubungan dengan seksualitas, termasuk keintiman, hubungan manusia, identitas seksual dan peran gender, anatomi reproduksi dan citra tubuh, pubertas dan proses reproduksi, aspek emosional dari pendewasaan, nilai dari meningkatnya kesadaran remaja yang belum aktif secara seksual, cara-cara pencegahan kehamilan dan pencegahan HIV/PHS (Penyakit akibat Hubungan Seksual), dan akibat-akibat kesehatan dari tidak memakai kontrasepsi dan cara-cara pencegahan di antara remaja-remaja yang aktif secara seksual. Penelitian menunjukkan bahwa seksualitas remaja paling banyak dipengaruhi oleh orangtua, diikuti oleh teman-teman sekelompok, dan akhirnya, oleh apa yang dipelajari di sekolah.
Pendidikan seks berkembang sebagai tanggapan dari penelitian-penelitian yang menunjukkan angka keterlibatan seksual remaja yang tinggi (75% pada saat di perguruan tinggi) dan rendahnya penggunaan kontrasepsi dan pengetahuan tentang Penyakit akibat Hubungan Seksual (PHS). Lebih jauh lagi, penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa faktor situasional mendukung aktifitas beresiko ini di kalangan remaja - terutama kegagalan untuk merencanakan dari awal untuk aktivitas seksual (dengan asumsi bahwa merencanakan berhubungan seks akan merusak spontanitas dan keromantisan) dan penggunaan alkohol atau obat-obatan sebelum atau dalam berhubungan seks. Juga, kurangnya pemikiran mengenai akibat berhubungan seks sangat umum di kalangan remaja. Seluruh faktor ini dihubungkan dengan tingkat penggunaan kondom yang rendah di kalangan remaja, dan biasanya semua ini disampaikan pada program-program pendidikan seks.

Tujuan utama dari pendidikan seks di sekolah adalah perkenalan pada kesehatan seksual. Untuk mencapai tujuan ini, kebanyakan program menyediakan informasi yang akurat tentang seksualitas manusia, kesempatan untuk klarifikasi nilai, ketrampilan untuk mengembangkan hubungan interpersonal, dan bantuan dalam mewujudkan kehidupan seksual yang bertanggung jawab, termasuk penerapan perilaku dan sikap yang sehat yang berhubungan dengan perilaku seksual. Penelitian tentang efektifitas pendidikan seks mempunyai hasil yang beragam. Umumnya, pendidikan seks telah berhasil meningkatkan pengetahuan remaja tentang masalah-masalah seksual, termasuk cara mengembangkan kemampuan interpersonal yang berkaitan dengan perilaku seksual, dan menerapkan nilai-nilai yang tepat, tapi hasilnya belum menggembirakan terutama berkaitan dengan penggunaan kontrasepsi dan perilaku seksual. Hasil terbaik ditemukan pada program pendidikan yang bekerjasama dengan klinik kesehatan di sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seks efektif bila disampaikan sebelum aktivitas seksual muncul, dan pada saat ia menggabungkan masalah kesadaran dan kontrasepsi. Penelitian menolak anggapan bahwa pendidikan seks mendorong eksperimen seksual atau meningkatkan aktivitas seksual. Program yang menekankan masalah kesadaran juga terbukti tidak efektif dalam mengendalikan awal aktivitas seksual.

Pendidikan seks yang disampaikan hanya di dalam kelas sangat terbatas efektifitasnya. Karena itu timbul pendekatan-pendekatan yang inovatif. Salah satunya adalah melalui pembuatan video-video pendidikan. Video ini menekankan teknik kepercayaan diri dan penolakan (bila ada tekanan kelompok), pembuatan keputusan yang berkaitan dengan seksualitas remaja, dan seks yang spesifik dan informasi kesehatan (misalnya gejala-gejala PHS). Ada video yang mengangkat masalah praktek penggabungan alkohol dan aktivitas seksual (yang mendorong pembuatan keputusan yang lemah dan perilaku yang berbahaya). Alasan pembuatannya adalah karena pengetahuan saja tidak cukup untuk merendahkan frekuensi perilaku berbahaya. Video mengenai pendidikan seks biasanya membahas masalah hambatan-hambatan dalam menghindari resiko (misalnya tekanan dari pacar untuk berhubungan seks atau anggapan yang tersebar luas bahwa kondom tidak efektif dalam mencegah kehamilan atau infeksi PHS/HIV).

Pendekatan inovatif lain, yang menggabungkan hiburan dan komunikasi kelompok mengenai pendidikan seks, adalah penggunaan teater remaja. Ini dimulai tahun 1973 di New York Medical College. Sejak dimulai, pendidikan seks dengan teater remaja telah diterapkan di banyak tempat di AS. Harapannya adalah pertunjukan drama tentang masalah-masalah penting dalam pendidikan seksual akan mengurangi kecemasan remaja tentang masalah-masalah sensitif, meningkatkan keinginan remaja untuk berbicara terbuka mengenai masalah-masalah seksual, meningkatkan minat remaja yang aktif secara seksual untuk menggunakan kontrasepsi dan melindungi diri dari HIV/PHS, dan menolong penundaan aktifitas seksual bagi remaja yang belum aktif. Penelitian menunjukkan bahwa satu faktor kunci tidak dipakainya kondom di kalangan remaja adalah rasa malu. Untuk mengatasinya, beberapa teater remaja memfokuskan pertunjukan mereka pada pembuatan keputusan mengenai pembelian dan penggunaan kondom. Evaluasi dari pendidikan seks melalui teater remaja menunjukkan bahwa pendekatan ini meningkatkan tingkat pengetahuan seksual dan meningkatkan keinginan untuk bicara bebas mengenai seks. Tapi, hasilnya belum jelas terlihat terhadap praktek-praktek hubungan seks.

Dukungan orangtua terhadap pendidikan seks yang berhubungan dengan AIDS mencapai 90% dari seluruh orangtua yang diteliti. Bahkan di antara orang tua yang mendukung pendidikan seks, masih ada perdebatan mengenai isinya (apakah kesadaran untuk menahan menjadi penekanan, haruskah alat kontrasepsi didiskusikan, apakah pengetahuan tentang kontrasepsi akan mendorong aktifitas seksual) dan pada umur berapa pendidikan seks diberikan.

Sebagian masyarakat percaya bahwa pendidikan seks harus diberikan di rumah, hingga ada jaminan bahwa orang tua akan bebas mengajarkan nilai-nilai moral mengenai seksualitas dan aktifitas seksual kepada anak-anak mereka. Beberapa kelompok orangtua telah melakukan protes atas pelaksanaan program pendidikan seks dan program lain yang terkait (misalnya pendidikan pencegahan HIV untuk remaja) di sekolah-sekolah umum. Walau beberapa kelompok penentangnya berorientasi religius, penelitian membuktikan bahwa gereja tidak ikut campur dalam masalah pendidikan seks. Kurangnya pendidikan dan orangtua yang telah berumur secara umum kurang menyukai pendidikan seks.

Read More......

Tuesday, March 21, 2006

Seks di luar nikah karena pengaruh lingkungan

Melakukan hubungan seksual di luar nikah tampaknya bukan lagi hal yang tabu bagi para remaja. Sebuah survei yang diadakan di Cirebon membuktikan hal itu. Lingkungan yang tidak benar dianggap sebagai biang keladinya.

Pengaruh negatif kebudayaan barat terhadap kehidupan remaja Kota Cirebon saat ini sudah diambang sangat memprihatinkan. Pasalnya apa yang dilihatnya dari kebudayaan barat tersebut bukan sekedar dijadikan pengetahuan, melainkan sudah banyak yang mempratekannya, termasuk kehidupan seks luar nikah.

Psikolog Mitra Citra Remaja (MCR) Cirebon, Dra Susilowati, Selasa (2/4) mengatakan, dari hasil survai salah satu dampak negatif dari kebudayaan barat yang kini sudah banyak dipraktekan kalangan remaja Cirebon tersebut adalah tentang seks.

"Hubungan seksual di luar nikah di kalangan remaja Cirebon tersebut seperti halnya pengetahuan tentang seks ternyata banyak dipraktekan khususnya oleh remaja usia SLTA dan jumlahnya ternyata cukup tinggi," ujar dia. Dikatakannya, dari hasil survei dan penelitian MCR melalui angket yang dibagikan kepada 500 remaja usia SLTA, hasilnya tujuh persen remaja mengakui melakukan hubungan seksual di luar nikah, empat persen pernah menggunakan alat dan 75% remaja melakukan onani.

Tingginya angka remaja usia sekolah (SLTA) yang melakukan hubungan seksual di luar nikah, kata dia, ternyata karena pengaruh lingkungan yang tidak benar.

"Berdasarkan hasil survei tersebut, sedikitnya 30% responden menyatakan bahwa hal yang menyebabkan tingginya angka remaja melakukan hubungan seksual di luar nikah karena lingkungan," tandasnya.

Masalah seks di luar nikah di kalangan remaja tersebut, kata Susilowati, seharusnya menjadi bahan perhatian penuh baik masyarakat maupun pemerintah, sebab jika terus dibiarkan tanpa adanya upaya untuk mengatasinya, maka hal itu akan menjadi masalah besar bagi pemerintah dan masyarakat pada umumnya. "Melakukan hubungan seksual di luar nikah, tidak saja merusak nilai-nilai agama dan budaya masyarakat yang selama ini dipegang teguh, tetapi lebih berbahaya lagi bagi kesehatan reproduksi kalangan remaja. Dengan melakukan hubungan seks di luar nikah tersebut, bisa menyebabkan timbulnya penyakit kelamin dan penyakit-penyakit lainnya,` ungkap dia.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Susilowati, antara lain saat ini tengah dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan MCR Cirebon, melalui misinya, yakni menyediakan pelayanan informasi pendidikan, konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi untuk remaja usia 10-24 khususnya SLTA.

"MCR terus berupaya mengatasi masalah penyimpangan seks di kalangan remaja tersebut dengan berbagai upaya dan bekerjasama dengan pemerintah maupun lembaga lain yang peduli terhadap hal itu," kata Susilowati.

Read More......

Penyakit akibat Hubungan Seksual

Walaupun normal dan sehat bagi orang untuk menikmati kehidupan seks yang aktif, perlu disadari bahwa ada lebih dari 30 Penyakit akibat Hubungan Seksual (PHS) yang memiliki potensi merubah hubungan seksual menjadi aktifitas yang tidak menyenangkan, dan dalam beberapa kasus, mematikan.
Banyak orang, saat mereka memikirkan PHS, berpikir tentang AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), penyakit yang hingga saat ini tidak dapat disembuhkan, pertama kali dikenal pada tahun 1981. Saat ini tidak ada pengobatan medis untuk mencegah penyebaran virus AIDS. Ada beberapa pengobatan yang efektif untuk mengurangi keberatan beberapa gejala-gejala AIDS dan untuk mencegah atau mengobati infeksi oportunis yang muncul saat sistem pertahanan tubuh melemah akibat virus AIDS.

Beberapa PHS lainnya yang mengenai berjuta orang diseluruh dunia setiap tahunnya adalah: kankroid, klamidia, pedikulosis kelamin, gonore, hepatitis B, herpes, sifilis, trikomoniasis, dan kutil alat kelamin. Walaupun tertular salah satu dari penyakit-penyakit tersebut diatas tidak begitu mengancam hidup seperti mendapati AIDS, namun akibat yang dapat terjadi pada gaya hidup, hubungan, dan kesehatan psikologis anda sangat besar.

Semua PHS didapat dengan melakukan hubungan seksual dengan seseorang, yang dalam beberapa kasus mungkin tidak sadar bahwa mereka memiliki penyakit menular seks. Melakukan seks aman merupakan satu-satunya langkah paling penting yang dapat dilakukan untuk mencegah terjangkitnya PHS. Namun, tidak ada metode “seks aman” yang 100% efektif. Satu-satunya metode “seks aman” yang 100% efektif adalah menjauhi seks! Namun, metode ’seks lebih aman’ dapat mencegah atau menurunkan resiko mendapat infeksi PHS, termasuk AIDS. Metode-metode ini termasuk masturbasi diri sendiri atau pasangan anda tanpa bertukar semen atau cairan vagina. Menyentuh dan mencium puting susu, punggung, kaki, tangan, wajah dan telinga bisa menjadi pengalaman intim yang aman dan memuaskan. Hubungan seks vagina atau anus bisa dilakukan hanya dengan penggunaan kondom lateks. Oral seks yang lebih aman seharusnya menggunakan kondom, atau pelindung gigi.

Dengan pengecualian AIDS dan Hepatitis B, PHS biasanya dapat ditangani dengan mudah bila terdiagnosa sejak dini. Karenanya, perlu sekali bagi setiap orang yang mengira bahwa mereka mungkin pernah tertular dari seseorang yang mengidap PHS untuk segera menghubungi ahli kesehatan untuk didiagnosa dan diobati. Wanita dapat menemui ahli kandungan mereka dan pria menemui urologis mereka atau dokter biasa atau perawat. Dokter kulit juga dapat mengidentifikasikan serta mengobati PHS, karena banyak sekali tanda-tandanya termasuk kelainan pada kulit, gatal-gatal, dan kutil.

Harap ingat : Informasi diatas tidak bertujuan menggantikan informasi yang mungkin telah diberikan oleh dokter anda. Bila anda berpikir bahwa anda mungkin memiliki penyakit menular seks atau beresiko tinggi tertular, harap segera mencari saran kesehatan dan perawatan sesegera mungkin.

Read More......

Tuesday, March 14, 2006

Ajak pria tes AIDS pra kencan, amanlah Anda!

Memang, semua orang ingin memiliki pasangan yang bebas HIV/AIDS. Mau tidak mau ajaklah orang yang akan Anda kencani agar mau melakukan tes HIV/HIV. Tetapi kalau ia tidak mau, suruhlah pasangan Anda memakai alat pelindung kontrasepsi.

Memilih pasangan seks yang tes HIVnya negatif adalah salah satu cara yang paling efektif untuk melindungi diri terhadap AIDS. Tetapi ketentuan lain bisa juga secara substansial mengurangi penyebaran HIV. Demikian menurut hasil penelitian Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).

Berdasarkan data riset yang lalu dan juga model-model matematika, para peneliti menghitung risiko yang dikaitkan dengan perilaku seks berbeda dan taktik pencegahan penyakit. Mereka menemukan bahwa ketentuan yang biasa kita ketahui –termasuk penggunaan kondom atau menjalani seks jenis berisiko rendah — bisa melindungi diri sendiri terhadap risiko HIV. Tetapi usaha pencegahan kombinasi dianggap lebih baik, terutama bagi pria gay atau biseksual.

Risiko infeksi HIV tampaknya semakin rendah ketika seseorang memilih pasangan yang sudah menjalani tes HIV dan dinyatakan negatif, serta melakukan seks oral menggunakan kondom, kata Dr Beena Varghese dan rekan-rekannya dari CDC di Atlanta, Georgia.

Sebaliknya risiko HIV tinggi ketika seseorang melakukan seks anal dari seorang pasangan yang positif menderita HIV tanpa menggunakan kondom. Dalam kasus ini kemungkinan untuk tertular HIV adalah lima dalam seribu orang, demikian menurut penemuan yang termuat dalam jurnal Sexually Transmitted Diseases.

Para peneliti memberi catatan bahwa meskipun risiko ini mungkin kelihatannya rendah, tetapi jelas ini merupakan refleksi adanya risiko tiap kali seseorang melakukan perbuatan yang menyebabkan risikonya tinggi selama beberapa kali.

Seperti yang diharapkan, penggunaan kondom sendiri bisa mengurangi risiko HIV bagi pria heteroseksual dan homoseksual dan juga wanita sampai 20 kali dari keseluruhan. Untuk individu, perilaku seks yang tanpa pelindung yang dilakukan dengan seks oral mengandung risiko yang paling rendah, sedangkan seks vaginal berisiko tinggi dan bahkan seks anal berisiko lebih tinggi lagi.

Secara logika, melakukan seks dengan pasangan yang positif HIV secara substansial meningkatkan risiko seseorang terkena HIV, tetapi begitu pula jika melakukan seks dengan seseorang yang status HIVnya tidak ketahuan yang mengaku negatif terhadap HIV.

Hanya mengambil satu ukuran pencegahan saja secara signifikan memotong risiko HIV untuk pria heterokseksual dan wanita ke antara dua sampai 10 dalam 10 juta per perilaku seks, demikian menurut perkiraan peneliti.

Tetapi untuk pria gay dan biseksual, yang berhadapan dengan tingginya risiko HIV, taktik menggunakan dua perilaku seks aman mungkin perlu untuk melihat penurunan seperti itu dalam risiko memindahkan penyakit, kata peneliti.

Varghese dan rekan-rekannya menambahkan bahwa sementara penemuan mereka mungkin secara intuitif jelas adalah penting untuk mengerti perbedaan risiko HIV terkait dengan perilaku yang berbeda.

"Kami berharap orang akan menggunakan informasi ini untuk memilih kombinasi perilaku pengurangan risiko yang mereka bisa pertahankan," kata peneliti.

Read More......

Sunday, March 12, 2006

Banyak remaja buta tentang kondom

Umumnya remaja sangat yakin bahwa mereka sudah mahir dalam hal penggunaan kondom. Namun tidak demikian menurut hasil temuan baru-baru ini. Malah, sebagian besar remaja pria kelihatannya lebih “bodoh” ketimbang remaja wanita dalam urusan yang satu ini.

Menurut penelitinya, sebenarnya remaja tersebut tidak begitu sadar dengan ketidaktahuan ini. Karena itu, dalam pendidikan seks, penjelasan tentang penggunaan kondom ini pun perlu juga diberikan agar tindakan pencegahan kehamilan dan penyakit menular seksual (PMS) dapat dibendung. Bahkan, sekalipun mereka mengaku telah mahir menggunakannya, penyuluhan tentang cara penggunaan kondom yang benar perlu selalu diberikan.

Studi ini dilakukan oleh Dr. Richard A. Crosby dari Lembaga Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat bersama Dr. William L Harber dari Universitas Indiana, Amerika Serikat terhadap sekelompok remaja di Amerika Serikat. Hasil studinya sendiri dimuat dalam Journal of Adolescent Health edisi Mei 2001 ini. Namun, agaknya hal yang sama pun berlaku di berbagai kelompok remaja, termasuk di negeri ini.

Dalam penelitiannya, keduanya melibatkan lebih dari 16.000 orang dengan usia antara 15 dan 21 tahun. Hampir separo di antara remaja ini mengaku sudah pernah melakukan hubungan intim. Tiga puluh persen di antaranya mengaku pernah mempunyai setidaknya empat pasangan. Sayangnya, hanya 28% mengaku pernah menggunakan kondom saat berhubungan seks.

Di antara orang yang menggunakan kondom ini, malah sebagian besar tidak tahu banyak tentang kondom. Menurut peneliti tersebut, yang paling menyolok ialah bahwa, ketika memasang kondom, mereka menduga harus memasukkannya dengan ketat pada penis. Mereka tidak menyediakan ruang kosong di bagian ujungnya sebagai tempat penampungan air mani. Bahkan orang yang telah berpengalaman melakukan hubungan intim pun masih banyak beranggapan seperti itu.

Selain itu, sekitar sepertiga di antaranya yakin bahwa lotion dapat dioleskan pada kondom. Sekitar seperlima mengira bahwa kondom yang terbuat dari kulit binatang (seperti domba) dapat lebih efektif melindungi penularan virus PMS, seperti virus AIDS, ketimbang kondom lateks.

Lucunya, ditemukan bahwa remaja pria jauh lebih banyak dibanding remaja wanita yang mempunyai berbagai kesalahpahaman seperti itu. Namun, orang yang benar-benar sudah pernah menggunakan kondom lebih tahu tentang penggunaan yang benar.

Itulah sebabnya peneliti ini menganjurkan agar kelompok penyuluhan seks selalu memberikan informasi yang lengkap tentang masalah ini. Sekalipun remaja ini mengaku sudah sangat mahir menggunakan kondom, penjelasan tentang hal itu selalu perlu diberikan. Ini perlu agar pencegahan terhadap PMS dan AIDS lebih berhasil dan angka kehamilan remaja pun dapat ditekan.

Read More......

Saturday, March 11, 2006

Penyakit Psikis Seksual - Sadisme

kata sadisme berasal dari nama orang Marquis de Sade. Orang ini hidup tahun 1740 - 1814. Ia pernah masuk penjara selama 27 tahun akibat kejahatan seksual. Selama dalam penjara, ia mengisi waktu dengan menulis buku tentang pervesi seksual. Pada sadisme orang mendapatkan kepuasan seksual serta merasakan orgasme dengan menyiksa pasangannya baik secara fisik maupun psikologis. Orang sadis merasakan kepuasan seksual dengan menyiksa obyek seksualnya. Penyebab sadisme antara lain adalah pendidikan keliru yang menganggap perbuatan seksual itu kotor, dorongan seksual yang berlebihan, pengalaman rasa dendam pada bekas pacarnya atau karena kepribadian yang psikopatis, dan seterusnya. Perbuatan sadistis dapat terlihat antara lain dalam bentuk memukul pasangannya, menampar, menggigit, menyanyat pasangannya dengan pisau, dan seterusnya.

Read More......