Proses membunuh sperma dengan memakai bahan kimia tidak mempunyai keuntungan sebagai kontrasepsi dibandingkan memakai kondom. Selain itu juga tidak bisa melindungi dari terkena penyakit menular seksual. Demikian menurut Dr Beth Carlton Tohill, seorang epidemiologis di Divisi Kesehatan Reproduksi Pusat Pengawaasan dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).

Ia juga menghimbau para dokter agar menasihati pasiennya yang akan menjalani proses ini bahwa hal itu tidak mencegah penyakit.

Dalam laporan di Morbidity and Mortality Weekly Report terbitan CDC, para peneliti mendapat laporan bahwa ada sejumlah wanita yang menggunakan nonoxynol-9 untuk membunuh sperma sebagai metode kontrasepsi. Para peneliti khawatir para wanita itu tidak terlindung dari terkena penyakit menular seksual.

"Setiap wanita perlu mempertimbangkan risiko terkena infeksi HIV atau penyakit menular seksual lainnya ketika melakukan kontrasepsi," kata Carlton Tohill.

Sedangkan spermasid atau membunuh sperma mungkin lebih cocok bagi mereka yang hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan tetap yang bebas dari penyakit menular seksual. Ia menekankan bahwa untuk pasien muda, pasien yang mempunyai beberapa pasangan atau pasangan yang kemungkinan menderita penyakit menular seksual atau HIV, maka kondom merupakan metode yang pas. Hal ini diingatkan pada para dokter bahwa pasien yang memakai kondom sama efektifnya dengan spermasid untuk mencegah kehamilan atau berisiko ditulari penyakit genorhea atau HIV.