Meskipun akses untuk menggunakan kontrasepsi semakin mudah, tetapi hal ini tidak mengurangi tingkat kehamilan di kalangan remaja putri.

Bahkan sebuah studi menemukan beberapa bukti bahwa semakin mudahnya mendapat pelayanan keluarga berencana, ternyata terkait dengan tingginya kehamilan di kalangan remaja di bawah umur.

David Paton, seorang pengajar di Universitas Nottingham menyelidiki dampak keluarga berencana pada kehamilan dan aborsi remaja di 16 wilayah Inggris selama lebih dari 14 tahun.

Menurut The Times, penelitian yang diterbitkan di jurnal Journal of Health Economics juga menemukan faktor-faktor lainnya yang merupakan pengaruh terkuat terhadap pertanyaan mengapa seorang anak perempuan hamil sebelum berusia 16 tahun. Dan juga masalah anak yang dirawat, berapa lama ia berada di sekolah dan tingkat pengangguran secara keseluruhan.

Pemerintah ingin memberikan kemudahan kepada penduduk muda untuk mengakses pelayanan keluarga berencana. Ini merupakan bagian dari usaha mengurangi setengah kehamilan di kalangan remaja berusia 18 tahun hingga tahun 2010 karena Inggris memiliki remaja hamil terbesar di Eropa.

Menurut Mr Paton, "Penelitian ini melihat keraguan yang serius terhadap kebijakan pemerintah sekarang. Kami menemukan bahwa semakin tingginya akses untuk pelayanan keluarga berencana, kehamilan untuk kelompok ini bukan hanya tidak berubah malah cenderung meningkat."

Tentu saja ini bukan semakin menurun, seperti yang diinginkan pemerintah. Tampaknya keluarga berencana justru malah meningkatkan keinginan orang melakukan hubungan seks. Padahal tingkat kegagalan alat kontrasepsi meningkat. Maka batalah segalanya.