Saturday, September 30, 2006

Penelitian: Dampak pelecehan seksual bertahan seum

Banyak anak laki-laki yang mengalami pelecehan seksual, menunjukkan kelainan secara psikologis maupun dari segi kesehatan beberapa tahun setelah peristiwa itu terjadi, demikian satu kajian terbaru.

"Sudah jamak diketahui, pelecehan seksual dalam bentuk apapun, akan meninggalkan trauma seumur hidup, tanpa memandang jenis kelamin korban," demikian salah satu peneliti, Alison Maddocks dari Swansea NHS Trust di Wales, Inggris.

Kajian ini melihatkan anak laki-laki dari South Wales yang menderita pelecehan seksual antara tahun 1983 hingga 1993, yang dilakukan oleh pengidap pedophile, seorang guru sekolah dasar, di mana pada saat itu mereka berusia sekitar 10 tahun. Tingkat pelecehan terhadap anak-anak itu bervariasi, mulai dari menjamah alat kelamin mereka dengan berpakaian lengkap, hingga ke seks oral atau masturbasi bersama-sama. Pelecehan ini dihentikan ketikan guru tersebut ditahan tahun 1993, setelah seorang anak melaporkan apa yang terjadi.

Peneliti ini mempelajari catatan kesehatan ke 93 anak yang menderita pelecehan tersebut, untuk menentukan apakah mereka mengalami penderitaan lebih lama dibanding anak-anak yang tidak mengalami pelecehan. Temuan ini diterbitkan dalam Archives of Disease in Childhood.

Segera setelah guru itu ditahan, korban pelecehan itu tampaknya tidak lagi menghadapi masalah psikologi atau kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menjadi korban pelecehan. Tapi, enam tahun tahun setelah kejadian tersebut, banyak gejala-gejala yang muncul di kalangan korban. Masalah yang mereka hadapi beragam, termasuk nyeri punggung atau sendi, tanpa adanya petunjuk yang jelas. Salah satu anak bahkan melakukan bunuh diri.

Dalam wawancara dengan Reuters Health, Maddocks mengatakan adalah sulit untuk mengadakan kajian yang tepat terhadap pelecehan seksual masa anak-anak, karena banyak korban yang merasa malu dan merahasiakan keadaan ini. Pedophilia masih kabur dan secara umum banyak orang yang tidak menginginkan hal itu terjadi," ujar wanita ini.

Bagaiamanapun juga, beberapa kajian terhadap pedophilia menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang mengalami pelecehan seksual, mengalami dampaknya dalam waktu panjang. Bahkan Maddocks mengatakan dampak ini bisa bertahan hingga ke masa tua, berpengaruh pada masalah hubungan, orangtua, dan seksual yang bisa meningkatkan kemungkinan anak-anak itu menjadi pelaku di masa dewasa.

Maddocks menambahkan banyak anak laki-laki yang menjalani kajian itu memiliki karakteristik yang bisa meningkatkan kemungkinan mereka hidup sebagai orang dewasa yang bahagia dan sehat. "Prognosis jangka panjang mengatakan adalah baik jika anak-anak itu mendapat dukungan dari keluarganya dan berada di rumah. Jika demikian, untuk jangka panjang kondisinya akan lebih baik.

Read More......

Saturday, September 23, 2006

libido

Libido bukanlah istilah asing bagi kebanyakan orang. Libido (hasrat seksual) adalah istilah yang biasa digunakan oleh pendiri psikoanalis, Sigmund Freud, untuk menamakan hasrat atau dorongan seksual. Ia mengatakan bahwa dorongan ini dikarakteristikkan dengan bertumbuhnya secara bertahap sampai puncak intensitas, diikuti dengan penurunan tiba-tiba dari rangsangan.

Waktu dia mempelajari proses ini pada pasien-pasiennya, Freud menyimpulkan bahwa berbagai kegiatan seperti makan dan minum, dan juga kencing serta buang hajat juga memiliki pola yang sama. Konsekuensinya, ia menyimpulkan bahwa tindakan ini juga memiliki hasrat seksual juga.

Freud juga tertarik pada perkembangan libido, yang ia lihat sebagai dorongan manusia yang paling dasar dan paling kuat. Ia percaya bahwa perkembangan libido dapat dibagi dalam beberapa tahap yang berbeda dan bisa dikenali. Selama bayi, ia melihat bahwa hasrat seksual terfokus di mulut, dan biasanya terwujud dalam kegiatan menyedot. Ia menyebut ini sebagai tahap oral dalam perkembangan hasrat seksual.

Dalam tahap tahun kedua dan ketiga dalam kehidupan anak, waktu si anak belajar menggunakan kamar kecil, fokus dari kenikmatan erotis berpindah ke fungsi rektal. Freud menamakan ini tahap anal.

Kemudian, pada saat puber, fokus berpindah pada organ seks, suatu periode perkembangan yang ia namakan tahap phallic dalam kedewasaan hasrat seks.

Dalam tahap berikut dari perkembangan, dorongan libido berfokus pada orang tua yang berlawanan jenis dan menambahkan warna erotis bagi pengalaman anak itu ke orang tuanya.

Ketidak-setujuan orangtua pada dorongan seks yang tidak terkendali dipercaya oleh Freud akan berlanjut pada perkembangan jiwa manusia yang terdiri dari tiga komponen: id, ego dan superego. Id, insting-insting dan dorongan dasar (termasuk libido tapi juga dorongan lain seperti agresif) memberikan energi fisik yang diperlukan untuk melakukan kegiatan.

Ego, yang memiliki fungsi eksekutif, mengatur pemenuhan hasrat seks dan hasrat lainnya setiap hari dalam cara yang diterima dan bisa dilakukan di masyarakat. Superego adalah standar sosial dari perilaku yang telah dipahami dan dipelajari, termasuk kesadaran akan perilaku yang dilarang atau melanggar hukum. Dalam keadaan sadar, ada batas yang kuat memisahkan ketiga daerah ini, tapi waktu tidur atau berfantasi, batas ini melemah, memungkinkan kebangkitan ekspresi dari hasrat libido yang biasanya terkendali. Kesadaran akan dorongan dan fantasi yang tidak terkendali bisa membuat seseorang merasa malu atau rasa bersalah secara seksual. Freud percaya bahwa kepribadian seseorang terbentuk di awal kehidupan dan ditentukan bagaimana dorongan dasarnya seperti libido dipuaskan. Kegagalan untuk memuaskan dorongan ini berakibat pada perkembangan pribadi dan kesehatan psikologis seseorang.

Generasi berikut dari psikoanalis mempertanyakan karya Freud tentang libido. Beberapa menekankan titik dimana Freud terlalu menekankan perkembangan biologis dan kurang menekankan akibat dari faktor budaya dan sosial dalam perilaku dan praktek seksual.

Carl Jung, seorang psikiatris dan psikoanalis dari Swiss, menolak pandangan Freud tentang libido dengan menolak pandangan bahwa pengalaman seksual waktu bayi adalah penentu penting dalam masalah emosi orang dewasa. Jung membuat teori lain tentang libido yang memandang keinginan untuk hidup - dan bukan libido - adalah merupakan dorongan terkuat. Jung menekankan perbedaan antara kepribadian introvert dan ekstrovert. Ekstrovert adalah individu yang keinginannya mengarah kuat (tapi tidak semuanya) keluar ke orang lain dan dunia sekelilingnya. Mereka merasa nyaman di keadaan sosial dimana mereka berada dan sangat bisa berteman. Introvert adalah karakteristik kebalikannya, termasuk mengarahkan perhatian terhadap proses diri dan pikirannya. Mereka biasanya mengandalkan diri sendiri, introspektif, pemikir dan biasanya tidak terlalu nyaman dalam kelompok sosial yang besar. Jung menggunakan istilah libido untuk menunjuk pada energi mental yang bertanggung jawab untuk membuat dan menjaga intro/ekstrovert. Ia tidak percaya seseorang adalah introvert atau ekstrovert, tapi adalah campuran dari keduanya dalam berbagai tingkatan.

Banyak ahli psikologis kontemporer memandang libido sebagai potensi dasar manusia yang - walau berakar pada biologi manusia (misalnya, hormon) - terbentuk karena budaya dan pengalaman. Dengan kata lain, dorongan dasar manusia untuk kegiatan reproduksi dan potensi berdasar biologis untuk mendapatkan kenikmatan dari tindakan yang berhubungan dengan kontak fisik (misalnya titik saraf di kulit dan membran mukosa) yang dibentuk oleh pengalaman seseorang dalam pertumbuhannya dalam suatu keluarga dan masyarakat.

Bagaimana motivasi seksual distrukturkan, dan melalui bagaimana dorongan seksual dipuaskan, dan apakah tindakan tertentu dinamakan atau dihindari sebagai tidak pantas, semuanya ditentukan oleh pengaruh sosial tersebut

Read More......

Saturday, September 16, 2006

Dispareunia

Dispareunia adalah istilah kedokteran untuk hubungan seks yang menyakitkan. Kondisi ini bisa terjadi pada siapa saja, tanpa memandang umur atau jenis kelamin, dan rasa sakit bisa muncul pada saat berhubungan, di pertengahan, pada waktu orgasme, atau setelah berakhirnya hubungan seks. Rasa sakit bisa terasa seperti membakar, tajam atau nyeri. Rasa sakit bisa timbul di bagian luar vagina, di bagian dalamnya, atau jauh di dalam daerah panggul atau perut.
Jumlah penderita dispareunia tidak diketahui secara pasti. Masters, Johnson, dan Kolodnya (Little, Brown & Co., 1986) menemukan bahwa kira-kira 15 persen perempuan dewasa dalam setahun mengalami hubungan seks yang menyakitkan sebanyak beberapa kali. Mereka memperkirakan bahwa satu atau dua persen perempuan dewasa mengalami lebih banyak lagi hubungan seks yang menyakitkan dalam setahun daripada kelompok yang 15 persen itu. Spector dan Carey (1990) meninjau-ulang bahan rujukan tentang dispareunia dan melaporkan bahwa menurut berbagai penelitian tingkat kejadian berkisar antara delapan persen dan 23 persen.

Penyebab dispareunia, seperti halnya kebanyakan gangguan seksual lainnya, bisa digolongkan sebagai organik (faktor fisik atau pengobatan seperti penyakit, luka atau efek obat) atau psikososial (termasuk faktor psikologis, antar orang, lingkungan dan kebudayaan). Penyebab gangguan seksual mungkin disebabkan beberapa faktor sekaligus, dan dalam beberapa kasus, penyebabnya sama sekali tidak bisa ditentukan.

Dispareunia pada perempuan bisa disebabkan berbagai kondisi fisik. Kondisi apapun yang menyebabkan lubrikasi vagina yang buruk bisa menyebabkan ketidaknyamanan selama berhubungan. Penyebab yang paling umum adalah obat yang memiliki efek yang mengeringkan (antihistamin, obat penenang tertentu, marijuana) dan gangguan kesehatan seperti diabetes, infeksi vagina, dan defisiensi estrogen.

Penyebab fisik lain dari dispareunia pada perempuan adalah :

1. Lepuhan, ruam dan peradangan di sekitar liang vagina atau vulva

2. Iritasi atau infeksi pada kelentit (klitoris)

3. Gangguan pada liang vagina, seperti bekas luka akibat episiotomi, selaput dara yang utuh atau sisa selaput dara yang meregang selama berhubungan, atau infeksi pada kelenjar Bartholini

4. Gangguan pada uretra atau anus

5. Gangguan pada vagina, seperti bekas luka akibat operasi, penipisan dinding vagina (baik karena proses penuaan maupun defisiensi estrogen), dan iritasi akibat zat kimia yang terdapat dalam alat KB atau pembersih kemaluan

6. Gangguan panggul seperti infeksi, tumor, abnormalitas serviks atau uterus, dan robeknya ikatan sendi tulang di sekitar uterus.

Penyebab dispareunia yang bersifat psikososial memiliki tingkat keragaman dan kejadian yang sama dengan yang bersifat organik. Biasanya jauh lebih sulit untuk memahami kaitan faktor psikososial dengan gangguan seksual, termasuk dispareunia. Banyak pihak berpendapat bahwa faktor pertumbuhan seperti hubungan anak-orang tua yang tidak selaras, sikap negatif orang tua terhadap seks, pengalaman seksual yang traumatis saat masa kanak-kanak atau remaja, dan konflik identitas gender semuanya bisa berakibat pada gangguan seksual.
Dalam hal dispareunia, jika seorang anak dibesarkan dengan anggapan bahwa seks adalah salah dan menyakitkan, maka orang itu pada saat dewasa kemungkinan besar akan mengalami rasa sakit selama berhubungan. Dan pengalaman seksual yang menyakitkan bisa menimbulkan anggapan bahwa untuk selanjutnya hubungan seks akan terus menjadi pengalaman penuh rasa sakit. Faktor pribadi seperti kecemasan, takut menjadi hamil, keintiman dan penolakan, bisa menutup jalur menuju respon seksual dan menyebabkan rasa sakit. Masalah dalam penjalinan hubungan atau konflik antar orang seperti perjuangan kekuatan, rasa memusuhi pasangan, keinginan untuk berada bersama pasangan yang lain, ketidakpercayaan, komunikasi yang buruk dan kehilangan daya-tarik kepada pasangan bisa muncul dalam bentuk rasa sakit saat berhubungan.

Perasaan dan konflik psikologis lainnya sama-sama bisa mempengaruhi respon seksual dengan cara menghalangi atau mengurangi lubrikasi vagina, yang berujung ke hubungan seks yang menyakitkan. Rasa bersalah, depresi dan rendah diri sering dikaitkan dengan gangguan seksual. Tetapi kadang-kadang tidak jelas yang mana yang terjadi lebih dulu, perasaan itu atau gangguan seksnya. Karena seseorang yang mempunyai masalah seksual bisa menjadi depresi atau merasa rendah diri karena masalah itu, maka identifikasi perasaan yang problematis belum tentu berarti bahwa perasaan itu pulalah yang menyebabkan gangguan seksual.

Pada umumnya dispareunia dianggap sebagai gangguan khusus perempuan tetapi kenyataannya ia juga bisa mempengaruhi laki-laki. Biasanya rasa sakit muncul di dalam penis tetapi rasa sakit itu juga bisa muncul di dalam testis atau secara internal, dimana hal ini sering dihubungkan dengan masalah pada prostat atau vesikula seminalis.

Penyebab organik dispareunia pada laki-laki meliputi peradangan atau infeksi pada penis, prepusium, testis, uretra atau kelenjar prostat. Yang kurang lazim adalah rasa sakit yang muncul jika ujung penis tergores dengan ujung Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). Kadang-kadang laki-laki mengalami iritasi penis yang menyakitkan jika terkena busa atau krim kontraseptif vagina. Masalah psikososial juga bisa menimbulkan dispareunia pada laki-laki. Hampir semua masalah psikososial yang menyebabkan dispareunia pada perempuan, juga berlaku untuk laki-laki.

Biasanya dispareunia bisa diobati setelah diketahui penyebabnya. Penyakit organik seharusnya sudah bisa diidentifikasi setelah pemeriksaan ginekologi yang mendalam, dan psikoterapi biasanya bisa mengatasi faktor psikososialnya.

Read More......

Monday, September 11, 2006

Pria Tidak Senang Dijadikan Obyek Seks

Pria kini mulai sadar seperti apa rasanya apabila mereka dijadikan sebagai obyek seks. Ternyata, menurut pakar psikologi, mereka tidak senang dengan predikat baru ini. Banyak pria merasa jengkel dan marah karena majalah-majalah dan iklan memasang gambar dan foto pria dengan otot yang menonjol dan perut yang rata dan kencang.

Peneliti dari London School of Economics melakukan riset baru-baru ini dengan memperlihatkan beberapa foto pria kepada 140 pria remaja dan dewasa dengan usia 15 hingga 35 tahun. Semua foto ini digunakan untuk iklan pakaian dalam serta losion cukur dan untuk sampul majalah. Lalu, pria remaja dan dewasa ini diminta memberi tanggapan.

Menurut peneliti ini, sekitar setengah di antaranya merasa sangat terintimidasi dengan gambar-gambar tersebut. Mereka merasa stres, jengkel dan tidak bisa menerimanya. Beberapa bahkan sangat marah. Mereka merasakan semacam ketidakadilan. Hanya kurang dari sepertiga di antaranya tidak merasa terganggu dengan foto tersebut.

Menurut peneliti tersebut, fenomena “pria sempurna” baru muncul delapan tahun terakhir. Barangkali, keinginan untuk menampilkan pria sempurna ini didorong oleh lahirnya budaya homoseksual. Gambaran pria seperti ini tidak pernah ditemukan sepuluh tahun lalu. Ini merupakan fenomena baru yang harus dihadapi pria.

Gambar pria sebenarnya telah sering ditampilkan begitu menarik sebelum ini. Namun, yang baru ialah bahwa gambar belakangan ini memperlihatkan pria sebagai obyek untuk dipandang dan dinikmati. Ini tidak beda jauh dengan yang sering dialami wanita selama ini. Menurut peneliti tersebut, akar persoalan ini semua harus dicari dalam budaya homoseksual. Dia menganjurkan agar orang lebih sadar dengan pengaruh gambaran tersebut terhadap diri pria. Menurutnya, masyarakat kini cenderung jauh lebih mengandalkan budaya “penampilan”.

Read More......

Sunday, September 10, 2006

Harga diri remaja terkait dengan perilaku seks

Harga diri yang besar nampaknya terkait dengan masalah keperawanan atau keperjakaan seorang remaja. Dan nampaknya harga diri memainkan peranan yang berbeda bagi setiap gender. Kalau perempuan memiliki harga diri yang lebih tinggi, mereka justru jarang yang melakukan hubungan seks di usia remaja. Tetapi sebaliknya, anak laki-laki yang memiliki harga diri yang tinggi biasanya sudah tidak perjaka lagi.

Sebelumnya, pernah dilakukan penelitian mengenai pengaruh hubungan seks remaja terhadap kondisi mereka setelah dewasa. Di sini diperiksa berbagai konsekwensi negatif karena melakukan hubunga seks di usia dini yang terkait dengan kondisi di masa dewasanya.

Tetapi hanya beberapa penelitian saja yang sasarannya untuk mengenali bagaimana harga diri berperan ketika orang muda memiliki keinginan untuk melakukan hubungan seks.

Di penelitian yang baru ini yang dilakukan Dr Gregory D. Zimet dari Sekolah Kedokteran Universitas Indianapolis dan rekan-rekannya, mereka mengevaluasi 188 pelajar ketika mereka berusia 12 dan 14 tahun yang duduk di kelas tujuh. Para partisipan itu dalam kuesioner yang dibagikan menyebutkan bahwa mereka masih perawan dan jejaka. Selain itu aspek harga diri mereka juga diukur.

Dua tahun kemudian, para remaja yang sama, yang kini berusia 14 sampai 16 tahun yang duduk di kelas sembilan, disurvei kembali dengan kuesioner yang sama.

"Harga diri digunakan secara berbeda di kalangan remaja putri dan remaja putra dalam hal inisiatif melakukan hubungan seks," kata Zimet.

"Anak perempuan kelas tujuh yang memiliki harga diri yang tinggi jarang yang menginginkan melakukan hubungan seks, tetapi justru anak laki-laki yang memiliki harga diri yang tinggi lebih ingin melakukan hubungan intim," katanya.

Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics masih belum bisa menjelaskan mengapa hal ini terjadi, walau pun para peneliti sebetulnya memiliki berbagai kemungkinan yang mungkin bisa menjelaskan masalah ini.

"Secara nalar, adanya perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan mungkin merupakan refleksi perbedaan perilaku dalam masyarakat yang lebih luas tentang seksualitas berdasarkan gender," katanya.

"Karena perilaku seksual di kalangan anak perempuan seringkali dikaitkan dengan karakteritisk masyarakat sebagai perilaku yang secara sosial menyimpang. Mungkin karena itulah harga diri tinggi pada anak perempuan bertindak sebagai faktor perlindungan. Ini membantu mereka untuk bertahan dalam tekanan teman sepermainan untuk terlibat secara seksual sebelum mereka siap," kata Zimet.

"Selain itu, anak perempuan yang harga dirinya rendah mungkin berinisiatif melakukan hubungan seksual agar merasa lebih baik tentang diri mereka. Mereka merasa nyaman pada diri sendiri setelah melakukan hubungan seksual karena merasa sudah matang," katanya.

"Sebagai kebalikannya, perilaku seksual di kalangan anak laki-laki seringkali dianggap sebagai suatu yang bisa diterima dalam masyarakat, dan merupakan kebanggaan bagi anak laki-laki melakukan hubungan seksual ketika masih sangat muda."

Dan juga, anak laki-laki yang memiliki harga diri yang besar mungkin dalam bersosialisasi lebih percaya diri sehingga kemungkinan bisa mendapatkan pasangan yang diiginkan dibandingkan anak laki-laki yang harga dirinya rendah.

Dari hasil penelitian ini Zimet menyarankan agar program pendidikan seks harus mempertimbangkan kerumitan dan sifat alami tiap gender dalam hal harga diri, dan jangan hanya beranggapan bahwa satu program cocok untuk semua.

"Jelas saja, membutuhkan sedikit perasaan untuk mencoba mengurangi harga diri bagi anak remaja yang menginjak dewasa. Namun demikian, usaha agar menbantu anak perempuan lebih percaya diri dan lebih terhormat mungkin bisa membantu mereka menunda melakukan hubungan seksual."

Read More......

Penyakit Psikis Seksual - Voyeurisme

Kata ini berasal dari kata Perancis voir yang berarti melihat. Voyeurisme adalah dorongan untuk memuaskan nafsu seksual dengan menonton perbuatan seksual orang lain, misalnya senang melihat wanita telanjang. Banyak ahli menyatakan bahwa sedikit banyak ada kecenderungan normal pada setiap manusia untuk mengintip kecendurangan ini belum merupakan penyimpangan seksual. Biasanya, pria lebih banyak melakukan voyeurisme. Sedangkan wanita cenderung tidak senang melihat adegan seksual, gambar porno atau film biru. Menurut psikoanalis, kalau ketika masih kanak-kanak, seseorang melihat orang tuanya bersenggama, maka kemudian hari ketika dewasa ia akan mengalami fiksasi dalam keinginan untuk senang mengintip

Read More......

Friday, September 1, 2006

Tantra

Tantra, seperti yoga atau Zen, adalah jalan menuju penerangan, dan berakar di India. Tantra dijuluki ‘ilmu ekstasi’. Ia meningkatkan dan memperpanjang kesadaran dan hubungan khusus yang terjadi saat suatu pasangan bercinta. Pandangan ini percaya bahwa sumber energi yang terbesar di jagad raya adalah seksual, dan tantra menghargai tinggi hubungan seks yang diritualkan. Orgasme seksual dipandang sebagai pengalaman kosmik dan bersifat Ketuhanan.
Filosofi Tantra mengajarkan bahwa segala sesuatu harus dialami dengan perasaan ringan, tetapi dengan tetap bersikap waspada dan sadar akan kekeramatan dalam setiap gerakan, setiap indera, dan setiap tindakan. Jalan Tantra bersifat spirituil, dimana ia meliputi dan menghargai pengalaman seksualitas dan sensualitas sebagai meditasi yang dilakukan secara sadar, sebagai penyatuan aliran energi fisik, erotis dan kosmik.

Jika anda seorang siswa filosofi Tantra yang setia, maka anda akan melewati program ekstensif berupa latihan fisik, seksual dan mental untuk meningkatkan kesadaran indera anda. Dengan berlatih bercinta dengan pelan dan berkonsentrasi anda belajar untuk dengan nyaman memperpanjang lama waktu bercinta. Dengan cara ini anda tidak hanya melatih diri untuk menyadari perasaan anda sendiri tetapi juga perasaan pasangan anda. Bagian spirituil dari Tantra adalah untuk menggunakan energi seksual anda untuk bersatu dengan pasangan anda dan melalui dia menjadi satu dengan kosmos atau dewa.

Pasangan heteroseksual melatih hubungan Tantra untuk memperpanjang gairah seksual mereka. Dengan memberi sentuhan secara pelan dan sensual pasangan itu mengalami hubungan yang sangat lambat. Si laki-laki mungkin memasukkan penisnya ke dalam vagina pasangannya hanya sedalam satu inci dan tanpa mendorongnya membiarkan penisnya di sana selama satu menit penuh. Lalu dengan pelan dia mengeluarkan penisnya dan meletakkannya dengan halus pada daerah klitoris. Biasanya klitoris adalah bagian terpeka alat kelamin perempuan dan letaknya tepat di atas liang vagina. Setelah beristirahat selama satu menit penuh dalam posisi ini, si laki-laki memasukkan penisnya kembali ke dalam vagina. Selama beberapa kali memasuki vagina dan beristirahat, si laki-laki bisa beristirahat di luar vagina dan kadang-kadang di dalam vagina. Selama masa istirahat, pasangan itu mungkin hanya berbaring dengan diam, atau saling bercumbu dengan pelan sambil berfokus kepada pengalaman penyatuan mereka. Selama pengalaman ini, keduanya bisa menjadi sangat bergairah, dan terkadang-kadang mendekati ambang batas pencapaian orgasme.

Seni memperpanjang kenikmatan bercinta tanpa mencapai orgasme dibahas dalam Kama Sutra, panduan seks Hindu yang ditulis pada abad ke-4, dan tersedia di banyak toko buku. “Karezza” adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan laki-laki untuk memberikan kenikmatan kepada pasangannya dan memperpanjang lama waktu hubungan mereka dengan mempertahankan kondisi klimaksnya tanpa berejakulasi. “Orgasme kering” ini, yaitu orgasme tanpa ejakulasi, adalah menyenangkan dan memungkinkan pasangan untuk memperpanjang hubungan seks mereka. Seni Karezza melibatkan pengendalian pernapasan, meditasi, bekerja dengan postur, dan tekanan jari selama hubungan seks. Walaupun kini secara seksual sudah menyimpang dari yang sebagaimana tertulis dalam naskah aslinya (ingat, tulisan ini berasal dari abad ke-4), pusat perhatian Karezza yang asli, yaitu untuk memperpanjang kondisi klimaks untuk kenikmatan bersama pasangan, dengan mudah bisa diimbas kepada pasangan yang secara aktif belajar memperpanjang kesenangan mereka sebelum mencapai orgasme.

Read More......

Erotika

Erotika adalah bahan atau alat yang mampu membangkitkan minat seksual atau yang digunakan untuk meningkatkan pengalaman seksual. Istilah ini, yang pada 1980 diperkenalkan Gloria Steinem dalam artikelnya, merujuk ke bahan yang memuat interaksi cinta yang tidak hanya bersifat seksual. Umumnya erotika ada dalam bentuk tulisan eksplisit seksual atau gambar visual seperti foto, gambar dan film. Alat yang diproduksi untuk membuat variasi atau meningkatkan kenikmatan kegiatan seksual, atau “mainan seks”, juga tergolong dalam erotika.
Tulisan dan bahan eksplisit seksual sudah ada sejak zaman kuno dan terdapat dalam banyak kebudayaan. Dengan adanya sistem hukum modern, bahan eksplisit seksual tertentu - tergantung tingkat eksplisitasnya dan berdasarkan interpretasi si pengamat - kini digolongkan sebagai cabul. Mahkamah Agung AS sudah menetapkan standar hukum untuk kecabulan, yang selalu diterapkan pada tingkat negara bagian dan lokal, tetapi hal ini sangat sukar untuk diterapkan terhadap kasus individu. Tidak ada perumusan khusus yang mampu membedakan erotika dan kecabulan (juga disebut dengan pornografi), sehingga seringkali keputusan berada di tangan masyarakat dan pihak perorangan.

Ada banyak alasan orang tertarik dengan erotika. Melihat dan membaca erotika memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi bahan perbandingan terhadap anatomi dan perilaku seksual. Sebagian orang memanfaatkan bahan erotika untuk membangkitkan gairah seksual dengan cepat atau untuk mempertahankannya, tergantung selera seseorang pada saat itu. Beberapa orang menggunakan bacaan, gambar atau film erotis untuk melakukan masturbasi. Seperti fantasi seksual, erotika memicu imajinasi dan memungkinkan orang untuk mengatasi aspek terlarang atau menakutkan dari seks di dalam lingkungan terkendali imajinasi. Erotika memberikan orang kesempatan untuk melakoni dalam pikiran tindakan yang mereka harap bisa mereka lakukan pada suatu waktu atau yang menjadi sumber rasa ingin tahu mereka. Yang lainnya menggunakan erotika terutama untuk meningkatkan gairah seksual mereka, tetapi bukan untuk dijadikan aktivitas utama dalam seks, untuk merangsang pasangan mereka, atau hanya untuk sekedar memperkaya pengalaman seksual dengan pasangan mereka.

Pemilihan jenis erotika tergantung kepada selera masing-masing orang. Beberapa orang lebih menyukai aksi nyata yang ditawarkan film, sementara yang lain lebih suka mengumbar fantasi mereka pada gambar atau foto dan yang lain justru menganggap bahwa bacaan eksplisit mengandung potensi erotis yang lebih besar. Apapun bentuknya, efek yang ditimbulkan tidak banyak berbeda. Sebaliknya, kandungan erotika tersebut, bukan gaya penyajiannya, memiliki dampak khusus. Orang lebih mungkin terangsang oleh kandungan yang berhubungan dengan mereka, dan sajian aktivitas seksual yang mereka anggap sebagai tidak nyaman atau menjijikkan justru mereka tolak.

Gairah seksual yang timbul akibat penggunaan erotika bisa bersifat psikologis dan fisik. Banyak peneliti menemukan perubahan psikologis yang spesifik pada orang yang sedang menonton film erotis, membaca tulisan erotis, atau mendengarkan kaset yang berisi cerita erotis. Laki-laki seringkali mengalami ereksi sementara perempuan mengalami perubahan pada aliran darah vagina atau lubrikasi. Secara umum diasumsikan bahwa laki-laki memberikan respon yang lebih sering dan lebih kuat terhadap erotika daripada perempuan. Penelitian menunjukkan bahwa ini tidak selalu benar. Baik laki-laki maupun perempuan bisa mempunyai respon yang sama terhadap bahan erotika, meskipun jenis erotikanya (gaya, isi, plot) dapat cukup berpengaruh dalam menentukan efektifitasnya. Disamping itu, sampai sekarang, kebanyakan erotika dikembangkan oleh pria untuk pria. Ini bisa menjadi salah satu alasan kenapa perempuan tidak begitu tertarik dengan bahan erotis tradisionil laiknya laki-laki

Read More......