Dispareunia adalah istilah kedokteran untuk hubungan seks yang menyakitkan. Kondisi ini bisa terjadi pada siapa saja, tanpa memandang umur atau jenis kelamin, dan rasa sakit bisa muncul pada saat berhubungan, di pertengahan, pada waktu orgasme, atau setelah berakhirnya hubungan seks. Rasa sakit bisa terasa seperti membakar, tajam atau nyeri. Rasa sakit bisa timbul di bagian luar vagina, di bagian dalamnya, atau jauh di dalam daerah panggul atau perut.
Jumlah penderita dispareunia tidak diketahui secara pasti. Masters, Johnson, dan Kolodnya (Little, Brown & Co., 1986) menemukan bahwa kira-kira 15 persen perempuan dewasa dalam setahun mengalami hubungan seks yang menyakitkan sebanyak beberapa kali. Mereka memperkirakan bahwa satu atau dua persen perempuan dewasa mengalami lebih banyak lagi hubungan seks yang menyakitkan dalam setahun daripada kelompok yang 15 persen itu. Spector dan Carey (1990) meninjau-ulang bahan rujukan tentang dispareunia dan melaporkan bahwa menurut berbagai penelitian tingkat kejadian berkisar antara delapan persen dan 23 persen.
Penyebab dispareunia, seperti halnya kebanyakan gangguan seksual lainnya, bisa digolongkan sebagai organik (faktor fisik atau pengobatan seperti penyakit, luka atau efek obat) atau psikososial (termasuk faktor psikologis, antar orang, lingkungan dan kebudayaan). Penyebab gangguan seksual mungkin disebabkan beberapa faktor sekaligus, dan dalam beberapa kasus, penyebabnya sama sekali tidak bisa ditentukan.
Dispareunia pada perempuan bisa disebabkan berbagai kondisi fisik. Kondisi apapun yang menyebabkan lubrikasi vagina yang buruk bisa menyebabkan ketidaknyamanan selama berhubungan. Penyebab yang paling umum adalah obat yang memiliki efek yang mengeringkan (antihistamin, obat penenang tertentu, marijuana) dan gangguan kesehatan seperti diabetes, infeksi vagina, dan defisiensi estrogen.
Penyebab fisik lain dari dispareunia pada perempuan adalah :
1. Lepuhan, ruam dan peradangan di sekitar liang vagina atau vulva
2. Iritasi atau infeksi pada kelentit (klitoris)
3. Gangguan pada liang vagina, seperti bekas luka akibat episiotomi, selaput dara yang utuh atau sisa selaput dara yang meregang selama berhubungan, atau infeksi pada kelenjar Bartholini
4. Gangguan pada uretra atau anus
5. Gangguan pada vagina, seperti bekas luka akibat operasi, penipisan dinding vagina (baik karena proses penuaan maupun defisiensi estrogen), dan iritasi akibat zat kimia yang terdapat dalam alat KB atau pembersih kemaluan
6. Gangguan panggul seperti infeksi, tumor, abnormalitas serviks atau uterus, dan robeknya ikatan sendi tulang di sekitar uterus.
Penyebab dispareunia yang bersifat psikososial memiliki tingkat keragaman dan kejadian yang sama dengan yang bersifat organik. Biasanya jauh lebih sulit untuk memahami kaitan faktor psikososial dengan gangguan seksual, termasuk dispareunia. Banyak pihak berpendapat bahwa faktor pertumbuhan seperti hubungan anak-orang tua yang tidak selaras, sikap negatif orang tua terhadap seks, pengalaman seksual yang traumatis saat masa kanak-kanak atau remaja, dan konflik identitas gender semuanya bisa berakibat pada gangguan seksual.
Dalam hal dispareunia, jika seorang anak dibesarkan dengan anggapan bahwa seks adalah salah dan menyakitkan, maka orang itu pada saat dewasa kemungkinan besar akan mengalami rasa sakit selama berhubungan. Dan pengalaman seksual yang menyakitkan bisa menimbulkan anggapan bahwa untuk selanjutnya hubungan seks akan terus menjadi pengalaman penuh rasa sakit. Faktor pribadi seperti kecemasan, takut menjadi hamil, keintiman dan penolakan, bisa menutup jalur menuju respon seksual dan menyebabkan rasa sakit. Masalah dalam penjalinan hubungan atau konflik antar orang seperti perjuangan kekuatan, rasa memusuhi pasangan, keinginan untuk berada bersama pasangan yang lain, ketidakpercayaan, komunikasi yang buruk dan kehilangan daya-tarik kepada pasangan bisa muncul dalam bentuk rasa sakit saat berhubungan.
Perasaan dan konflik psikologis lainnya sama-sama bisa mempengaruhi respon seksual dengan cara menghalangi atau mengurangi lubrikasi vagina, yang berujung ke hubungan seks yang menyakitkan. Rasa bersalah, depresi dan rendah diri sering dikaitkan dengan gangguan seksual. Tetapi kadang-kadang tidak jelas yang mana yang terjadi lebih dulu, perasaan itu atau gangguan seksnya. Karena seseorang yang mempunyai masalah seksual bisa menjadi depresi atau merasa rendah diri karena masalah itu, maka identifikasi perasaan yang problematis belum tentu berarti bahwa perasaan itu pulalah yang menyebabkan gangguan seksual.
Pada umumnya dispareunia dianggap sebagai gangguan khusus perempuan tetapi kenyataannya ia juga bisa mempengaruhi laki-laki. Biasanya rasa sakit muncul di dalam penis tetapi rasa sakit itu juga bisa muncul di dalam testis atau secara internal, dimana hal ini sering dihubungkan dengan masalah pada prostat atau vesikula seminalis.
Penyebab organik dispareunia pada laki-laki meliputi peradangan atau infeksi pada penis, prepusium, testis, uretra atau kelenjar prostat. Yang kurang lazim adalah rasa sakit yang muncul jika ujung penis tergores dengan ujung Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). Kadang-kadang laki-laki mengalami iritasi penis yang menyakitkan jika terkena busa atau krim kontraseptif vagina. Masalah psikososial juga bisa menimbulkan dispareunia pada laki-laki. Hampir semua masalah psikososial yang menyebabkan dispareunia pada perempuan, juga berlaku untuk laki-laki.
Biasanya dispareunia bisa diobati setelah diketahui penyebabnya. Penyakit organik seharusnya sudah bisa diidentifikasi setelah pemeriksaan ginekologi yang mendalam, dan psikoterapi biasanya bisa mengatasi faktor psikososialnya.
Read More......