Harga diri yang besar nampaknya terkait dengan masalah keperawanan atau keperjakaan seorang remaja. Dan nampaknya harga diri memainkan peranan yang berbeda bagi setiap gender. Kalau perempuan memiliki harga diri yang lebih tinggi, mereka justru jarang yang melakukan hubungan seks di usia remaja. Tetapi sebaliknya, anak laki-laki yang memiliki harga diri yang tinggi biasanya sudah tidak perjaka lagi.
Sebelumnya, pernah dilakukan penelitian mengenai pengaruh hubungan seks remaja terhadap kondisi mereka setelah dewasa. Di sini diperiksa berbagai konsekwensi negatif karena melakukan hubunga seks di usia dini yang terkait dengan kondisi di masa dewasanya.
Tetapi hanya beberapa penelitian saja yang sasarannya untuk mengenali bagaimana harga diri berperan ketika orang muda memiliki keinginan untuk melakukan hubungan seks.
Di penelitian yang baru ini yang dilakukan Dr Gregory D. Zimet dari Sekolah Kedokteran Universitas Indianapolis dan rekan-rekannya, mereka mengevaluasi 188 pelajar ketika mereka berusia 12 dan 14 tahun yang duduk di kelas tujuh. Para partisipan itu dalam kuesioner yang dibagikan menyebutkan bahwa mereka masih perawan dan jejaka. Selain itu aspek harga diri mereka juga diukur.
Dua tahun kemudian, para remaja yang sama, yang kini berusia 14 sampai 16 tahun yang duduk di kelas sembilan, disurvei kembali dengan kuesioner yang sama.
"Harga diri digunakan secara berbeda di kalangan remaja putri dan remaja putra dalam hal inisiatif melakukan hubungan seks," kata Zimet.
"Anak perempuan kelas tujuh yang memiliki harga diri yang tinggi jarang yang menginginkan melakukan hubungan seks, tetapi justru anak laki-laki yang memiliki harga diri yang tinggi lebih ingin melakukan hubungan intim," katanya.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics masih belum bisa menjelaskan mengapa hal ini terjadi, walau pun para peneliti sebetulnya memiliki berbagai kemungkinan yang mungkin bisa menjelaskan masalah ini.
"Secara nalar, adanya perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan mungkin merupakan refleksi perbedaan perilaku dalam masyarakat yang lebih luas tentang seksualitas berdasarkan gender," katanya.
"Karena perilaku seksual di kalangan anak perempuan seringkali dikaitkan dengan karakteritisk masyarakat sebagai perilaku yang secara sosial menyimpang. Mungkin karena itulah harga diri tinggi pada anak perempuan bertindak sebagai faktor perlindungan. Ini membantu mereka untuk bertahan dalam tekanan teman sepermainan untuk terlibat secara seksual sebelum mereka siap," kata Zimet.
"Selain itu, anak perempuan yang harga dirinya rendah mungkin berinisiatif melakukan hubungan seksual agar merasa lebih baik tentang diri mereka. Mereka merasa nyaman pada diri sendiri setelah melakukan hubungan seksual karena merasa sudah matang," katanya.
"Sebagai kebalikannya, perilaku seksual di kalangan anak laki-laki seringkali dianggap sebagai suatu yang bisa diterima dalam masyarakat, dan merupakan kebanggaan bagi anak laki-laki melakukan hubungan seksual ketika masih sangat muda."
Dan juga, anak laki-laki yang memiliki harga diri yang besar mungkin dalam bersosialisasi lebih percaya diri sehingga kemungkinan bisa mendapatkan pasangan yang diiginkan dibandingkan anak laki-laki yang harga dirinya rendah.
Dari hasil penelitian ini Zimet menyarankan agar program pendidikan seks harus mempertimbangkan kerumitan dan sifat alami tiap gender dalam hal harga diri, dan jangan hanya beranggapan bahwa satu program cocok untuk semua.
"Jelas saja, membutuhkan sedikit perasaan untuk mencoba mengurangi harga diri bagi anak remaja yang menginjak dewasa. Namun demikian, usaha agar menbantu anak perempuan lebih percaya diri dan lebih terhormat mungkin bisa membantu mereka menunda melakukan hubungan seksual."
No comments:
Post a Comment